Penyakit – penyakit yang disebabkan oleh infeksi streptokokus
  • Dari streptokokus grup a (beta hemolitik) ICD-9 034, 035, 670; ICD-10 A49.1, J02.0, A38, L01.0, A46, 085 (Radang tenggorokan disebabkan Streptokokus, Infeksi Streptokokus, demam Scarlet, Impetigo, Erisipelas, Infeksi Nifas, Demam Rematik)
Identifikasi
  • Streptokokus Grup A dapat menyebabkan berbagai macam penyakit. Paling banyak dijumpai adalah radang tenggorokan karena Streptokokus (ICD-10 J02.0) dan infeksi kulit oleh Streptokokus (impego atau pioderma). Penyakit lainnya termasuk demam Scarlet (ICD-10 A38), infeksi nifas (ICD-10 085), septikemia, erisipelas, selulitis, mastoiditis, otitis media, pneumonia, peritonsilitis, infeksi luka dan yang jarang terjadi yaitu necrotizing fasciitis, demam rematik dan toxic shock like syndrome. Jika terjadi suatu KLB maka salah satu bentuk klinis sering kali lebih dominan.
  • Penderita dengan radang tenggorokan yang disebabkan streptokokus ditandai dengan munculnya demam secara tiba-tiba, sakit pada tenggorokan, tonsillitis exudativa atau faringitis dan terjadi pembesaran kelenjar limfe leher bagian depan. Faring, kripte tonsil dan palatum molle berwarna merah dan bengkak, mungkin timbul petekie berlatar belakang warna kemerahan dan menyebar.
  • Gejala klinis yang timbul dapat minimal (sedikit) atau tidak ada sama sekali. Dapat terjadi otitis media atau abses peritonsiler, dan setelah 1 – 5 minggu kemudian dapat muncul glomerulonefiritis akut (rata-rata = 10 hari) atau demam rematik akut (rata-rata = 19 hari). Pada demam rematik dapat muncul Chorea Sydenham beberapa bulan setelah infeksi Streptokokus, penyakit jantung rematik terjadi beberapa hari atau minggu setelah infeksi streptokokus akut.
  • Infeksi kulit oleh Streptokokus (pioderma, impetigo) biasanya menyerang dibagian superficial kulit dan dapat berkembang menjadi bentuk vesikuler, pustuler dan berkrusta. Ruam Scarlatiniform jarang terjadi dan tidak mengakibatkan demam rematik, namun glomerulonefiritis dapat terjadi 3 minggu setelah infeksi kulit.
  • Demam scarlet adalah salah satu bentuk dari infeksi Streptococcal dengan ciri ruam pada kulit, ini terjadi apabila infeksi disebabkan oleh Streptokokus yang menghasilkan eksotoksin pirogenik (toksin eritrogenik) dan penderita disensitisasi namun tidak kebal terhadap toksin tersebut. Gejala klinis yang khas pada demam scarlet antara lain meliputi semua gejala yang ada pada radang tenggorokan yang disebabkan oleh Streptokokus (atau gejala infeksi pada luka, pada kulit atau pada infeksi nifas) enanthem, strawberry tongue dan exanthem. Ruam biasanya berupa eritema, punctata, memucat jika ditekan, sering teraba (seperti ampelas) dan muncul paling sering pada leher, dada, bahu, lipat ketiak, daerah inguinal, permukaan bagian dalam dari paha.
  • Ciri khas dari demam scarlet adalah ruam tidak pada muka, namun pipi terlihat merah dan disekitar mulut terlihat pucat. Demam tinggi, mual dan muntah sering meyertai infeksi yang berat. Selama masa konvalesen terjadi deskuamasi kulit pada ujung jari tangan dan kaki, jarang terjadi pada daerah yang luas pada tubuh dan bibir, termasuk telapak tangan dan telapak kaki, deskuamasi terlihat jelas pada eksantem yang berat. Case Fatality Rate (CFR) di beberapa tempat kadang-kadang mencapai lebih dari 3%. Demam scarlet mungkin diikuti dengan gejala sisa yang sama dengan radang tenggorokan yang disebabkan oleh Streptokokus.
  • Erisipelas adalah selulitis akut ditandai dengan demam, gejala umum, leukositosis dan lesi kulit berwarna merah, lunak, edematus, sering dengan peninggian kulit dengan batas jelas. Pada bagian tengah lesi cenderung lenyap pada saat bagian tepi meluas. Muka dan kaki adalah bagian tubuh yang paling sering terkena. Penyakit ini sering kambuh kembali dan lebih banyak menyerang wanita dan gejala menjadi lebih berat jika disertai dengan bakteriemia, dan pada orang engan debilitas. Case Fatality Rate (CFR) sangat bervariasi tergantung pada bagian tubuh yang terserang dan adanya komplikasi. Erisipelas karena streptokokus grup A berbeda dengan erisipeloid yang disebabkan oleh Erysipelotrhix rhusiopathiae yaitu infeksi lokal pada kulit, merupakan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu menginfeksi orang-orang yang menangani ikan air tawar atau kerang, babi yang terinfeksi, kalkun dan jarang infeksi berasal dari kambing, sapi, ayam atau burung.
  • Selulitis Perianal yang disebabkan Streptokokus grup A diketahui lebih sering terjadi pada akhir akhir ini. Infeksi Streptokokus masa nifas/demam nifas adalah penyakit akut, biasanya muncul panas disertai dengan gejala lokal dan umum serta tanda-tanda invasi bakteri pada saluran genitalia dan kadang-kadang bakteri masuk dalam aliran darah pada penderita post partum atau post abortus. Case Fatality Rate (CFR) pada demam nifas ini bisa ditekan serendah mungkin bila mendapat pengobatan yang kuat. Infeksi streptokokus masa nifas mungkin disebabkan oleh organisme selain streptokokus hemolitikus; gejala klinisnya akan nampak sama, yang berbeda adalah pada sifat bakteriologis dan epidemiologinya (lihat penyakit Stafilokokus).
  • Toxic Shock Syndrome (TSS) yang disebabkan oleh infeksi streptokokus grup A di AS meningkat sejak tahun 1987. Gejala klinis yang menonjol adalah hipotensi dan salah satu dari gejala berikut yaitu kerusakan ginjal; trombositopenia; Disseminated Intravascular Coagulation/DIC; peningkatan SGOT atau peningkatan kadar bilirubin; sindroma gagal pernafasan pada orang dewasa; ruam eritematus makuler menyebar atau nekrosis jaringan lunak (necrotizing fasciitis) oleh media dinamakan “flesh-eating bacteria”. TSS dapat muncul dalam bentuk sistemik ataupun lokal (tenggorokan, kulit, paru)
  • Streptokokus grup lain dapat juga menyebabkan penyakit pada manusia. Streptokokus Beta-hemolitik grup B sering ditemukan pada vagina dan dapat menyebabkan sepsis neonatal dan meningitis supurativa pada neonatus (lihat tentang infeksi streptokokus grup B, pada neonatus dibawah) dan juga dapat menyebabkan infeksi pada saluran kencing, endometritis post partum dan penyakit sistemik lainnya pada orang dewasa, terutama pada penderita diabetes mellitus. Sedangkan organisme grup D (termasuk enterokokus), baik yang hemolitik maupun yang nonhemolitik, sebagai penyebab endokarditis bakteriil sub akut dan penyebab infeksi saluran kencing. Grup C dan G menyebabkan KLB tonsilitis biasanya ditularkan melalui makanan. Peran organisme ini terhadap timbulnya kasus sporadis belum diketahui dengan jelas. Glomerulonefritis muncul setelah infeksi grup C, namun sangat jarang terjadi pada infeksi grup G. Grup G dan Grup C tersebut sama-sama tidak menyebabkan demam rematik. Infeksi grup C dan G lebih sering terjadi pada remaja dan dewasa muda. Streptokokus Alfa-hemolitik juga sering dapat menyebabkan terjadinya endokarditis bakteriil sub akut.
  • Pemeriksaan laboratorium yang biasa dilakukan untuk menemukan streptokokusl grup A adalah dengan isolasi organisme dari sampel jaringan yang ditanam dalam media agar darah atau media lain yang tepat atau identifikasi antigen streptokokus grup A dari sekret faring (test cepat strep). Pada media pembiakan streptokokus dapat diidentifikasi dari bentuk morfologi koloninya dan â-hemolisis yang dihasilkan pada media agar darah domba. Identifikasi tentatif dilakukan dengan tes inhibisi dengan menggunakan cakram antibiotik yang mengadung 0,02 – 0,04 unit basitrasin. Sedangkan identifikasi pasti menggunakan prosedur serogruping spesifik. Tes deteksi antigen juga dapat digunakan untuk identifikasi cepat. Kenaikan titer antibodi serum (antistreptolysin O, anthihyaluronidase, anti-DNA-ase B) mungkin dapat ditemukan di antara stadium akut dan konvalesen, titer yang tinggi dapat terus bertahan sampai beberapa bulan.
  • Di AS hal praktis yang disarankan adalah pertama kali lakukan dulu rapid strep test (yang mempunyai spesifisitas tinggi dan sensitivitas rendah) dan jika hasilnya positif diasumsikan penderita terinfeksi streptokokus grup A. Jika hasilnya negatif atau meragukan dianjurkan untuk melakukan kultur spesimen tenggorokan.